too late

Senin, 03 Oktober 2011
Rasanya semangatku untuk kembali melanjutkan segala mimpi, yang telah kuasa bersamanya tidak lagi ada.
Hilang
Buyar…bersama dengan kepergiannya ,bersama seorang lelaki baru dalam hidupnya yang saat ini telah disebutnya sebagai seorang suami.
Entah aku terlambat berapa lama. Mungkin jika aku sempat membalas semua Email dan pesan darinya semuanya tidak bakalan terjadi atau seandainya aku mengabarinya 1 Jam lebih cepat saja,aku yakin,aku yang akan dia sebut sebagai suaminya.
Medan peperangan itu terlalu kejam, sehingga membuatku tidak lagi bias memeluknya atau bahkan hanya sekedar menggenggam tangannya. Aku hanya mampu menatapnya dengan hati yang tidak lagi utuh.
Tuhan…. mengapa aku harus merasakan ini. Seandainya aku tahu dia telah bersanding, saat aku masih berada diperjalanan pulang. Pasti aku akan lebih memilih untuk tetap tinggal dikota asing itu. Dari pada harus melihatnya mengenakan pakaian penganting yang begitu cantik namun bukan aku yang berada disampingnnya,bukan aku yang sebagai pasangannya.
Bodohnya aku mengikuti ide konyol dalam otakku, untuk memberikannya kejutan dengan keberadaanku yang langsung berada didepan matannya. Tapi sekarang semuanya berbanding terbalik. Kali ini,aku yang diberi kejutan , dengan acara pernikahannya yang saat ini masih berlangsung.
Rasanya aku butuh penyangga yang kokoh, kakiku lumpuh, badanku remuk dan hatiku yang tidak lagi bisa kumengerti seperti apa kondisinya saat ini. Namun aku harus tetap berjalan kepelaminan, menyalaminya, dan ikut serta mendoakan kebahagiaannya.
Meski matanya mengisyaratkan. Dia masih dan lebih ingin bersamaku, namun gerakannya lebih pasti, untuk bersama suaminya saat ini.
Maafkan aku yang pergi tanpa member kepastian . Aku betul-betul konsentrasi dengan kerjaku. Demi kebahagiaan hidup kita dan anak-anak kita. Yang mungkin tidak akan pernah ada.